Pertanyaan ini muncul begitu saja.
Kenapa untuk pengambilan keputusan atas beberapa hal yang sifatnya mendasar dan bahkan menjadi bagian dari hak asasi seseorang, harus begitu mudah diintervensi oleh orang-orang di sekeliling si empu masalah?
Baru saja aku bicara sama cowok yang begitu gelisah. Dia punya posisi pekerjaan yang bagus tapi belum menikah. Si cowok ini merasa gengsi dengan teman-teman yang notabene adalah bawahannya dan berusia hampir sebaya. Pasalnya para teman ini suka olok-olok kenapa si cowok ini belum nikah juga, padahal materi cukup, pekerjaan sedang menggapai kemapanan, punya pacar yang dia rasa sebagai labuhan hati. Alhasil, si cowok merasa "terhina" dengan olokan ini.
Yang aku engga tega untuk tanya sama cowok ini karena egonya yang terluka oleh "hinaan" teman-temannya :
Kenapa dia harus menyetarakan standar hidupnya dengan orang di sekelilingnya?
Bukan berarti karena mayoritas teman2nya sudah berumahtangga, dia harus ikut memaksakan diri menyamakan posisi. Toh, dia sedang merintis ke arah itu. Tapi aku rasa akselerasi perwujudan rencana once in a lifetime semacam ini tidak semestinya disusupi oleh celetukan-celetukan kecil yang tidak bertanggung jawab seperti ini. Siapa tahu teman-temannya menyentil ego si cowok hanya untuk menutupi ada sejumput ketidakmampuan mereka untuk menyamakan standar "pekerjaan" dengan si cowok. Mereka tak puas dengan ke-subordinate-an itu lalu berusaha untuk mencari sisi lebih mereka dibanding si cowok itu.
Jadi, kenapa selalu sibuk membandingkan standar diri dengan orang lain?
PS : si cowok itu pasti enggak bakal baca posting ini dan aku juga engga bakal melontarkan pertanyaan yang buat dia begitu sensitif. Jadi, ini tinggallah sebuah posting yang siap dikomentari. Ayo para lelaki,... mana suaramu?
Rabu, Agustus 02, 2006
Jumat, Juli 28, 2006
Bukan Sekedar Selingkuh
Aku menulis posting ini setelah selesai menonton The Oprah Show edisi "Oprah and 7 Cheating Husbands",... Ini edisi re-run yang aku udah tonton sekitar 2 - 3 kali karena produksinya memang tahun 2005.
Intinya, Tante Oprah "menelanjangi" cara pikir dan pola perilaku para peselingkuh tersebut. Memang Tante Oprah sudah berusaha untuk bersikap seobyektif mungkin dengan tidak menumpahkan segala telunjuk yang dia punya kepada para peselingkuh itu bahwa mereka benar-benar bersalah. Tapi bagaimana pun juga, segmen penikmat acara itu adalah perempuan 20-an ke atas yang mayoritas memang sudah menikah (bisa dilihat dari slot waktu penayangannya yang ideal bagi ibu2 rumah tangga dan perempuan pada umumnya). Sedikit banyak memang menghakimi para pelaku perselingkuhan hati itu.
Ada beberapa hal yang memang bisa disimpulkan. Tapi aku mau bilang belum tentu pola yang sama berlaku juga di kultur kita. Mungkin ada yang sama, mungkin juga tidak. Ini sama sekali bukan penilaian mutlak atas pola perselingkuhan secara global. Ini Cuma dilihat dari sudut pandang 7 lelaki menikah di Negara barat. Bisakah itu mewakili jutaan lelaki di seluruh belahan dunia?
Kata mereka :
1. Perselingkuhan tidak selalu hanya melulu urusan fisik dan bersifat intim. Kadang mereka membutuhkan apa yang bisa memuaskan ego mereka. Si mistress itu berhasil menyanjung mereka, tidak menuntut apa-apa, hanya memberikan kepatuhan total dan rasa petualangan yang kata mereka memang kebutuhan yang absolut bagi para lelaki sejati (??? What a selfish idea, I guess,…)
2. Ada yang memang lemah terhadap perempuan, yang memang tipe laki-laki yang membutuhkan perempuan 24 jam sehari, 7 hari seminggu. Mereka tipe raja yang memang tingkat dependensinya tinggi terhadap perempuan. Jadi ingat seorang selebriti yang diwawancara oleh infotainment - aku lupa siapa tepatnya. Waktu itu dia ditanya komentarnya ttg berita mantan suaminya yang akan menikah lagi, dia hanya menjawab, kira-kira seperti ini, "Lelaki kan memang cenderung manja dan selalu ingin dilayani, wajar saja kalau dia ingin segera menikah lagi". Kalau memang begini, wahai para perempuan berbanggalah. Perempuan itu ternyata begitu dibutuhkan sampai setinggi itu.
Jadi ingat juga sebuah joke tentang seorang pengusaha kaya raya yang sedang naik mobil mewah bersama istrinya. Ketika mobil mereka sedang diisi bensin, sang istri terkejut melihat si mas-mas yang mengisi tanki bensin mobil suaminya adalah mantan pacarnya. Setelah mengisi bensin dan mobil melaju, sang suami dengan bangganya berkata "Untung kamu bertemu dan menikah denganku. Kalau tidak, kamu akan berakhir menjadi istri seorang penjaga SPBU",... Tapi sang istri cuma tersenyum dan menjawab, "Salah. Kamu yang beruntung karena menikahiku, kalau tidak, kamu hanya akan menjadi petugas SPBU seperti dia."
Beberapa hari belakangan, aku membaca bulletin-board di FS. Temanku yang berinisial F lagi begitu marah terhadap seorang cewek yang begitu gencar ber-flirting ria dengan pacarnya. F yakin sih dengan kesetiaan pacarnya itu. Yang dia engga percaya itu si cewek ini. Apalagi tindak-tanduk si pacar F juga mengamini tindakan si cewek flirting ini sebagai aksi yang tidak lebih seperti fans terhadap idolanya. Si pacar masih memasang foto dia dan cewek flirting itu di hape, bikin si mbak F ini makin panas. Kebetulan mbak F ini juga termasuk cewek yang suka flirting dan punya banyak temen bule (BTW, F's boyfriend is a dutch, but not a flying-dutchmen di serial Spongebob itu lho!) Nah, pacaranya itu gak suka bgt F tebar pesona ke sana-sini, apalagi ke kaum Caucasians itu. Pokoknya bersifat begitu protektif terhadap F ini. Akhirnya terjadi ketimpangan yang begitu mencolok.
Ada beberapa hal yang memang bisa disimpulkan. Tapi aku mau bilang belum tentu pola yang sama berlaku juga di kultur kita. Mungkin ada yang sama, mungkin juga tidak. Ini sama sekali bukan penilaian mutlak atas pola perselingkuhan secara global. Ini Cuma dilihat dari sudut pandang 7 lelaki menikah di Negara barat. Bisakah itu mewakili jutaan lelaki di seluruh belahan dunia?
Kata mereka :
1. Perselingkuhan tidak selalu hanya melulu urusan fisik dan bersifat intim. Kadang mereka membutuhkan apa yang bisa memuaskan ego mereka. Si mistress itu berhasil menyanjung mereka, tidak menuntut apa-apa, hanya memberikan kepatuhan total dan rasa petualangan yang kata mereka memang kebutuhan yang absolut bagi para lelaki sejati (??? What a selfish idea, I guess,…)
2. Ada yang memang lemah terhadap perempuan, yang memang tipe laki-laki yang membutuhkan perempuan 24 jam sehari, 7 hari seminggu. Mereka tipe raja yang memang tingkat dependensinya tinggi terhadap perempuan. Jadi ingat seorang selebriti yang diwawancara oleh infotainment - aku lupa siapa tepatnya. Waktu itu dia ditanya komentarnya ttg berita mantan suaminya yang akan menikah lagi, dia hanya menjawab, kira-kira seperti ini, "Lelaki kan memang cenderung manja dan selalu ingin dilayani, wajar saja kalau dia ingin segera menikah lagi". Kalau memang begini, wahai para perempuan berbanggalah. Perempuan itu ternyata begitu dibutuhkan sampai setinggi itu.
Jadi ingat juga sebuah joke tentang seorang pengusaha kaya raya yang sedang naik mobil mewah bersama istrinya. Ketika mobil mereka sedang diisi bensin, sang istri terkejut melihat si mas-mas yang mengisi tanki bensin mobil suaminya adalah mantan pacarnya. Setelah mengisi bensin dan mobil melaju, sang suami dengan bangganya berkata "Untung kamu bertemu dan menikah denganku. Kalau tidak, kamu akan berakhir menjadi istri seorang penjaga SPBU",... Tapi sang istri cuma tersenyum dan menjawab, "Salah. Kamu yang beruntung karena menikahiku, kalau tidak, kamu hanya akan menjadi petugas SPBU seperti dia."
Beberapa hari belakangan, aku membaca bulletin-board di FS. Temanku yang berinisial F lagi begitu marah terhadap seorang cewek yang begitu gencar ber-flirting ria dengan pacarnya. F yakin sih dengan kesetiaan pacarnya itu. Yang dia engga percaya itu si cewek ini. Apalagi tindak-tanduk si pacar F juga mengamini tindakan si cewek flirting ini sebagai aksi yang tidak lebih seperti fans terhadap idolanya. Si pacar masih memasang foto dia dan cewek flirting itu di hape, bikin si mbak F ini makin panas. Kebetulan mbak F ini juga termasuk cewek yang suka flirting dan punya banyak temen bule (BTW, F's boyfriend is a dutch, but not a flying-dutchmen di serial Spongebob itu lho!) Nah, pacaranya itu gak suka bgt F tebar pesona ke sana-sini, apalagi ke kaum Caucasians itu. Pokoknya bersifat begitu protektif terhadap F ini. Akhirnya terjadi ketimpangan yang begitu mencolok.
Almost the same case happens to me. Suatu hari, pacarku yang doyan fitness itu tiba-tiba didaulat jadi trainer dadakan gara-gara trainer benerannya bermasalah. Ada seorang abg (sumpah ini abg di bawah umur, 14 tahun!) yang latihan di bawah pengawasan pacarku. Dan aku memang engga terkejut kalau akhirnya dia naksir Mas-ku itu. Maklum, abg,... suka engga stabil (sometime, I think the best gift for teen's birthday present is an electric stabilizer, jadi mereka engga labil melulu). Belum lagi ada Om J yang tetanggaan sama Mas-ku dan latihan di gym yg sama suka mengompori Mas-ku untuk "Menyosot",… =)) bahasanya Om-Om,…si abg itu. Sempet sih ada perang sindiran dari aku ke Mas-ku itu. But some how he is able to convince me that there was nothing more than a friendship. Memang susah banget untuk percaya, tapi aku belajar untuk percaya. Kemarin ia mendongengkan suatu kisah nyata tentang perselingkuhan. Tentang suami yang akhirnya selingkuh gara-gara keseringan dituduh istrinya selingkuh. Awalnya sih setia, tapi karena selalu dituduh melakukan hal yang tidak pernah dia lakukan akhirnya dia selingkuh juga. Mungkin pikirnya daripada cuma kecipratan ludah tuduhan sang istri, sekalian aja nyemplung di kubangan kasih perempuan lain.
Sekarang aku masih belajar untuk percaya sama Mas-ku. Bahwa dia ngga ngapa-ngapain sama abg itu atau perempuan lainnya. Belajar untuk legowo bahwa memang dia ganteng dan dipuja,... Sekarang paling engga aku ngerti kenapa mbak Britney Spears capek-capek bunting anak kedua ketika pernikahannya sudah di ujung tanduk. Mungkin dia udah nyerah sama institusi kepercayaan itu sendiri dan lebih memilih memakai tameng anak agak bahteranya engga goyah. Tapi aku yakin kok bahwa aku sama Mas-ku udah melewati banyak banget cerita yang terlalu mahal dan berharga untuk ditukar dengan satu percintaan kilat bersama perempuan lain. Semoga semoga dan semoga kami cukup kuat melewatinya berdua. Dia kuat menahan godaan dan aku kuat menahan hati untuk tidak meledak. Itu saja.
Weeeiitzz,... aku juga engga boleh banyak kata. Aku memang takut kena tulah dan aku juga memang engga tau apa-apa tentang perselingkuhan atau kehidupan suami-istri. Selain sedang belajar banyak hal yang udah tersebut di atas, aku juga sedang melakukan terapi terhadap diri sendiri. Lewat tulisan, karena itu yang memang aku bisa. Selain posting ini, juga akhirnya ada cerpen "Dilarang Mencintai Pria",... (Pssstt, doain ya cerpen itu bisa menang di lomba menulis yang diadakan satu majalah wanita di Jakarta. Kalau menang kan bisa dimuat, aku dapat uang, majalah itu dapat cerita, dan kalian semua bisa baca,... win-win solution kan? Doain yaaaa,...amin amin amin)
Rabu, Juli 05, 2006
Being in the disconnected mind state
Skarang gw udah libur semester yang panjangnya dua bulan gak pake korting, apalagi bonus. Dan gw sih niatnya berbenah untuk siap2 pindah ke kos baru. Cuma ya namanya niat sekedar di tenggorokan aja, belum sempat terucap, apalagi dikerjakan. Akhirnya gw udah mirip ibu2 rumah tangga yang kerjanya sarapan, nyapu-ngepel, nonton tv, makan siang, setengah bobo siang [karena ketiduran di kursi di depan tivi], mau masak karena pacarku mau datang tapi ga jadi karena dia ada kondangan,...
Ngomong2 cowo gw,... berhubung belakangan gw sibuk sama ujian dan rencana kos, gw sedikit menelantarkan dia. Dan sekarang sih niatnya mau meluangkan sedikit banyak waktu buat dia berhubung udah libur semester. Sayangnya ya ganti dia yang sekarang lagi sibuk.
Dari dulu jadwal kami berdua memang gak nyambung. Tapi moga2 cukup mentok di jadwal aja, gak menular ke aspek yang lain.
Jujur aja gw merasa sendirian sekarang ini.
Nyokap gw lagi ke Surabaya nganterin adek gw yg hari ini lagi ikut SPMB. Bokap lagi ultah kantornya yang ke 60, ada upacara, bla bla bla sampe acara ramah tamah orang2 tua yg garing menurut gw tapi meriah bagi mereka. Cowok gw udah niat mau datang ke rumah utk ngambil name tag yg biasa dia pake kerja yang ketinggalan di meja ruang tengah. Janji udah dari selasa, tapi gak tau bisanya kapan. Temen2 SMA gw udah pada gak tau kemana. Mereka rata2 kuliah di luar kota. Apalagi sekarang temen2 gw yg ambil d3 lg sibuk mau sidang. Mau jalan ama temen2 kuliah, jauuuuh ke mana2 secara rmh gw di tangerang dan rata2 rmh mereka di ibukota tercinta. Gw males berurusan dengan jejalanan padat Jakarta. Mau nonton film yang kucomot dari rental, ternyata playernya udah kukut, dibalikin ke kardus sama babe. Namanya juga mau pindahan.
Dan menulis ini,... gw merasa semakin gak nyambung dengan diri gw sendiri. Kabel2 sosialita makin lepas, dan gw semakin terjangkiti autis ego yang akut sekaligus tekanan untuk bersoalisasi yang begitu kuat. Baru tiga hari sih,... teknologi macam telepon, ponsel, dan internet memang membantu. Tapi kadang teknologi gak bisa menggantikan mahalnya human touch. Persinggungan kulit, pertukaran nafas, persitatapan mata,... itu kebutuhan yang bahkan produk komputerisasi robot hologram sekalipun gw rasa susah menandingi.
:)) pembahasannya jadi makin gak nyambung begini,... intinya gw kangen ketemu manusia. Jujur aja, dalam tiga hari terakhir ini dari total 24 jam sehari,... gw ketemu dengan sesama manusia cuma kurang dari 2 jam. Efeknya,... ya seperti judul di atas itu. Gw makin gak nyambung,... dan mungkin,... gak menutup kemungkinan bisa jadi gila.
Ngomong2 cowo gw,... berhubung belakangan gw sibuk sama ujian dan rencana kos, gw sedikit menelantarkan dia. Dan sekarang sih niatnya mau meluangkan sedikit banyak waktu buat dia berhubung udah libur semester. Sayangnya ya ganti dia yang sekarang lagi sibuk.
Dari dulu jadwal kami berdua memang gak nyambung. Tapi moga2 cukup mentok di jadwal aja, gak menular ke aspek yang lain.
Jujur aja gw merasa sendirian sekarang ini.
Nyokap gw lagi ke Surabaya nganterin adek gw yg hari ini lagi ikut SPMB. Bokap lagi ultah kantornya yang ke 60, ada upacara, bla bla bla sampe acara ramah tamah orang2 tua yg garing menurut gw tapi meriah bagi mereka. Cowok gw udah niat mau datang ke rumah utk ngambil name tag yg biasa dia pake kerja yang ketinggalan di meja ruang tengah. Janji udah dari selasa, tapi gak tau bisanya kapan. Temen2 SMA gw udah pada gak tau kemana. Mereka rata2 kuliah di luar kota. Apalagi sekarang temen2 gw yg ambil d3 lg sibuk mau sidang. Mau jalan ama temen2 kuliah, jauuuuh ke mana2 secara rmh gw di tangerang dan rata2 rmh mereka di ibukota tercinta. Gw males berurusan dengan jejalanan padat Jakarta. Mau nonton film yang kucomot dari rental, ternyata playernya udah kukut, dibalikin ke kardus sama babe. Namanya juga mau pindahan.
Dan menulis ini,... gw merasa semakin gak nyambung dengan diri gw sendiri. Kabel2 sosialita makin lepas, dan gw semakin terjangkiti autis ego yang akut sekaligus tekanan untuk bersoalisasi yang begitu kuat. Baru tiga hari sih,... teknologi macam telepon, ponsel, dan internet memang membantu. Tapi kadang teknologi gak bisa menggantikan mahalnya human touch. Persinggungan kulit, pertukaran nafas, persitatapan mata,... itu kebutuhan yang bahkan produk komputerisasi robot hologram sekalipun gw rasa susah menandingi.
:)) pembahasannya jadi makin gak nyambung begini,... intinya gw kangen ketemu manusia. Jujur aja, dalam tiga hari terakhir ini dari total 24 jam sehari,... gw ketemu dengan sesama manusia cuma kurang dari 2 jam. Efeknya,... ya seperti judul di atas itu. Gw makin gak nyambung,... dan mungkin,... gak menutup kemungkinan bisa jadi gila.
Senin, Juni 26, 2006
Pertemanan yg Aneh
Gw bikin posting ini gara2 obrolan gw sama Jeng Ayu yang kelewat lama di telepon tentang pertemanan yang aneh.
Gw sama Ayu itu punya sifat yang bener2 berbeda banget. Katakan Ayu itu seorang gadis muda yang cantik manis, suka banget bercanda dan nyela2 orang tapi ajaibnya yang dicela gak pernah marah, gak bisa marah, baek hati.
Katakan gw adalah seorang gadis muda yang [ngakunya] cantik [lebih] manis, suka [gak banget2] bercanda dan [cinta abis] nyela2 orang tapi ajaibnya yang dicela banyak ngambeknya daripada instropeksinya, gampang marah [tp gw lebih menyebutnya sebagai pribadi yang ekspresif], dan tentunya baik hati juga.
Tapi kami berteman baik. Gw akuin memang gw orangnya sarkas dan sinis. Sekitar 50 % mirip sama Squidward yg di Spongebeob itu. Tapi bagusnya orang sarkas dan sinis itu >>> mereka adalah pribadi yang jujur dan apa adanya. Mereka gak akan buang2 waktu untuk merangkai kalimat semi bohong untuk menyenangkan orang lain. Mereka juga memberikan sudut pandang yang pahit agar yang sedang dikritisi itu bisa lebih melek pada kenyataan. Gw seperti itu, sekitar berapa persennya lah. Dan gw akuin, ga banyak yg bisa terima sikap itu,...
Ayu yang salah satunya orang yg begitu baik menerima gw apa adanya. Makanya gw suka hang out sm dia. Beberapa orang iseng aja gt manggil kita pasangan lesbi. Biarlah, toh gw ama Ayu sama2 straight kok.
Di pembicaraan kemarin itu, gw dan Ayu ngebahas betapa ajaibnya pertemanan kita berdua. Dan jujur aja, di kampus gw, ada teman seangkatan gw yg pertemanannya setipe kayak gw sama Ayu. Yang satu anaknya ceria ramah bercanda, yang satunya lebih dingin dan sarkas. Dan mereka memang akrab banget. Dunno why?
Mungkin memang lebih baik punya pasangan, apapun itu : suami-istri, teman, sahabat, guru-murid, sopir-kenek, pembantu-majikan, teman tidur, selingkuhan,... Jikalau memang saling mengisi. Mungkin pertemanan gak akan berhasil kalo sama2 sarkasnya ato sama2 cekakakan. Kalau saling mengisi, akan menjadi penyeimbang, seperti yin dan yang, seperti lobang kunci dan anak kuncinya.
That's what i feel now. Dan gw gak mau repot2 bagi2 tips tentang pertemanan, karena proses itu tak punya rumus baku.
Gw sama Ayu itu punya sifat yang bener2 berbeda banget. Katakan Ayu itu seorang gadis muda yang cantik manis, suka banget bercanda dan nyela2 orang tapi ajaibnya yang dicela gak pernah marah, gak bisa marah, baek hati.
Katakan gw adalah seorang gadis muda yang [ngakunya] cantik [lebih] manis, suka [gak banget2] bercanda dan [cinta abis] nyela2 orang tapi ajaibnya yang dicela banyak ngambeknya daripada instropeksinya, gampang marah [tp gw lebih menyebutnya sebagai pribadi yang ekspresif], dan tentunya baik hati juga.
Tapi kami berteman baik. Gw akuin memang gw orangnya sarkas dan sinis. Sekitar 50 % mirip sama Squidward yg di Spongebeob itu. Tapi bagusnya orang sarkas dan sinis itu >>> mereka adalah pribadi yang jujur dan apa adanya. Mereka gak akan buang2 waktu untuk merangkai kalimat semi bohong untuk menyenangkan orang lain. Mereka juga memberikan sudut pandang yang pahit agar yang sedang dikritisi itu bisa lebih melek pada kenyataan. Gw seperti itu, sekitar berapa persennya lah. Dan gw akuin, ga banyak yg bisa terima sikap itu,...
Ayu yang salah satunya orang yg begitu baik menerima gw apa adanya. Makanya gw suka hang out sm dia. Beberapa orang iseng aja gt manggil kita pasangan lesbi. Biarlah, toh gw ama Ayu sama2 straight kok.
Di pembicaraan kemarin itu, gw dan Ayu ngebahas betapa ajaibnya pertemanan kita berdua. Dan jujur aja, di kampus gw, ada teman seangkatan gw yg pertemanannya setipe kayak gw sama Ayu. Yang satu anaknya ceria ramah bercanda, yang satunya lebih dingin dan sarkas. Dan mereka memang akrab banget. Dunno why?
Mungkin memang lebih baik punya pasangan, apapun itu : suami-istri, teman, sahabat, guru-murid, sopir-kenek, pembantu-majikan, teman tidur, selingkuhan,... Jikalau memang saling mengisi. Mungkin pertemanan gak akan berhasil kalo sama2 sarkasnya ato sama2 cekakakan. Kalau saling mengisi, akan menjadi penyeimbang, seperti yin dan yang, seperti lobang kunci dan anak kuncinya.
That's what i feel now. Dan gw gak mau repot2 bagi2 tips tentang pertemanan, karena proses itu tak punya rumus baku.
Langganan:
Postingan (Atom)