Powered By Blogger

Selasa, Juli 10, 2007

Stuck Stuck Stuck

This holiday, a thought suddenly popped up in to my mind. I shocked because I mostly think about shallow things, but then my mind said that (quoting the lyric from U2)

“ … stuck in the moment that you can’t get out of it …”

Lalalala,… At the first time, I tried so hard to ignore that thing. But, the more I ignore it, the stronger it becomes. It is a reality that I’m stuck and stuck and stuck.

I am walking on the same spot for over and over again. I can’t find any progress inside of me that I can be proud of it.

Maturity – I’m 22 and I still can’t control my emotion and anger. I’m not passion enough just like the way I act when I was 13.

English Eloquency – I can’t sense any progression after spending 6 semesters studying English literature. It seems that I only pursue the diploma certificate, not the discipline itself.

Cooking skill – I always believes that cooking needs a talent that a person has since he/she was born. No matter how hard I try, how fresh the ingredients, how precise I combine them, there will be no great delicious food I’ve ever made. It is not in my blood! That’s why I disagree about the idea that a woman has to be a great cook.

Path to the bright future – at this point I just can’t see myself in the next 10 years. It is so blurry. I used to have a dream job to be a writer, but it seems that I don’t have enough energy to continue that. Then I tried to set up another dream job. It just turns to be another empty dream that I can’t reach. I even can’t see myself as a fulltime housewife that dedicate my ages to cook, wash, raise the children, shop, and do things the housewives usually do.

Love life – well, dating the same guy for six years, somehow, creates a sense of addiction rather than explosive passion.

Well, at least I have a progress in one thing. I’m getting better in grumbling, I guess.

Short Notice

From now on, I’ll try to write in English. Actually, it is a representation of my dissatisfaction of my English ability. I feel that I can’t write very well and attending a writing class is not a good solution. But at first, please don’t expect me to write extravagant scientific topic. This is only a weblog written by a girl next door, not a scientific journal written by a professor. However, I might occasionally write some topics in Indonesian.

So, let me write in English. I do really really really extremely sorry if my grammar is bad, the idea is messed up, or the diction is wrong. Please give me correction, feedback, comment, or just a greeting in the shout box. I would really appreciate every response you give me.

Senin, Juli 02, 2007

Candy - A perspective of 3 men in female’s life

Aku menulis cerita ini di sela-sela menonton sinetron Candy di RCTI. Belakangan ini, Sinetron Candy meraih rating yang lumayan tinggi di jagad persinetronan Indonesia.

Bukan aneh lagi kalau ternyata cerita sinetron ini mirip plek plek sama manga Jepang yang berjudul Candy Candy – sebuah manga klasik Jepang yang muncul tahun 1975 karangan penulis Kyoko Mizuki dan manga artist Yumiko Igarashi itu. Awalnya aku memang enggak mau nonton sinetron ini karena takut akan merusak kenangan indah yang tercipta oleh manga itu di masa kecilku dulu. Tapi bombardir cuplikan sinetron ini membuatku tergoda jua. Kalau ada yang pengen tahu cerita lengkapnya, buka aja cerita Candy Candy di sini.

Voila! Aku akhirnya menunggu setiap episodenya diputar. Bahkan aku juga berniat untuk mencari komiknya di rental komik dekat kost, tapi berhubung sibuk dengan 4 paper yang ga kelar-kelar, tertundalah semuanya. Tapi tak bisa dipungkiri, sinetron ini membangkitkan lagi sebuah mimpi di masa kecil yang sudah lama tertidur. Maklum, manga Candy Candy adalah manga pertama yang kubaca.

Aku tidak akan membahas detail tentang ceritanya. Tapi membahas tiga laki-laki yang datang dan mengenalkan cinta pada Candy.

Anthony Brown adalah lelaki pertama yang Candy suka, sekaligus lelaki pertama yang membuatnya menangis karena patah hati. Anthony adalah lelaki yang baik hati, ramah, lemah lembut, dan penyayang. Sosok Anthony adalah representasi setiap gadis-gadis kecil di masa kecil mereka yang penuh impian akan pangerang dari negeri dongeng. Anthony merupakan sosok sempurna yang serupa pangerang tanpa cela dengan segala kebaikannya. Setiap gadis kecil memang akan bermimpi untuk memiliki a perfect prince, dan inilah yang digambarkan si pembuat cerita dalam sosok Anthony Brown. Sayangnya, di dalam manga ini, Anthony meninggal karena jatuh dari kuda (kalau di sinetronnya, jatuh dari motor – a little touch of modernization).

Terence Grandchester, dipanggil Terry, adalah lelaki selanjutnya yang datang di kehidupan Candy sepeninggal Anthony. Mereka bertemu di sekolah asrama. Terry ternyata 180 derajat berbeda dari Anthony. Terry adalah sosok pemberontak, bandel, pemarah, dan cuek. Sikapnya ini dipengaruhi oleh trauma atas perilaku ibunya yang sejak kecil meninggalkan Terry sendiri. Terry adalah representasi dari kecenderungan lelaki yang disukai oleh gadis-gadis yang menginjak usia remaja, seperti Candy waktu bertemu Terry. Kebanyakan abege-abege cewek mengaku kalau mereka lebih suka cowok yang sedikit bandel daripada pacaran dengan cowok yang baik hati. Ada unsur tantangan dalam menaklukan cowok pemberontak seperti itu. Apalagi usia remaja adalah pusat di mana segala kenakalan masa hidup berada, jadi masa remaja dianggap akan lebih sempurna bila memiliki partner yang sama tengilnya.

Ini memang bentuk representasi saja dan bukan alasan utama Candy mencintai Terry. Terry memiliki kesedihan yang sama yang Candy miliki setelah ditinggal Anthony; kesedihan yang timbul karena ditinggal orang yang dicintai. Satu sama lain akhirnya mengisi kekosongan di hati pasangannya dan membuat perasaan Candy pada Terry jauh lebih kuat ketimbang perasaannya pada Anthony. Banyak yang menganggap bahwa Terry adalah cinta sejati Candy, walaupun akhirnya kandas. Seorang gadis menolong Terry dari lampu panggung yang jatuh dan kaki gadis itu terpaksa diamputasi. Terry akhirnya lebih memilih menikahi gadis itu dan perpisahan mereka menjadi satu titik yang benar-benar mempermainkan emosi pembacanya. Kesedihannya menjadi berlipat. Candy tidak bisa memiliki Anthony karena Anthony memang meninggal. Namun sekarang, Candy tidak bisa memiliki Terry padahal Terry masih hidup dan mereka sama-sama saling menyayangi.

Ketika Candy terombang-ambing dalam kesedihannya, Albert memang selalu ada untuknya. Albert yang baik hati, selalu menyediakan tempat untuk Candy berbagi kesedihannya, dan dia memang ternyata adalah paman Anthony (adik dari ibunya Anthony), yaitu William Albert Ardlay (di versi Indonesia, Ardlay jadi Audrey). Sejak dulu Albert memang tak pernah membuka jati dirinya karena dia tidak terlalu menyukai ketenaran nama keluarganya dan lebih suka hidup merakyat dan berpetualang. Bahkan, ternyata Albert adalah pangeran yang Candy temui di bukit rumah panti asuhannya ketika dia kecil dulu. Pangeran yang menghiburnya dengan pakaian adat lengkap ala skotlandia plus kilt-nya, bagpipe, dan kalimat kebangsaan di cerita ini : “Little girl, you are much prettier when you smile...” Albert adalah pangeran yang pada awalnya Candy kira adalah Anthony karena kemiripan wajah mereka berdua.

Albert adalah representasi dari sosok yang dicari seorang gadis ketika mulai meninggalkan masa remajanya dan tumbuh menjadi wanita dewasa. Lelaki yang penyayang, bisa mengayomi, dan melindungi, serta bersikap lebih dewasa dalam segala hal. Albert memang selalu ada untuknya sejak sebelum dia mengenal Anthony sampai detik itu dan selalu menghiburnya ketika dia sedih.

Sepertinya penulis memang sengaja memberikan tahap-tahap percintaan yang menggambarkan secara umum bagaimana para gadis di seluruh dunia memilih orang yang mereka cintai. Mungkin sebagian dari kita juga pernah memilih sosok Anthony di masa kecil, sosok Terry di masa remaja, dan sosok Albert di masa dewasa nanti.