Bagaimana
aku tahu caranya jadi ibu,
tanpa ada Ibu di sini, Bu?
Bagaimana?
(#NovelHushLittleBaby, hal.64)
Semua orang dilahirkan dari
rahim ibu, kemudian dibesarkan oleh sosok ibu hingga akhirnya dewasa. Namun,
bagi sebagian orang, sosok ibu ini menjadi terasa rumit, sebab ibu tidak semata
beliau yang mengandung dan melahirkan. Ada banyak dimensi kehidupan, yang
menjadikan seseorang ibu atau bukan ibu. Begitulah setidaknya yang kurasakan
saat tebersit ide menulis #NovelHushLittleBaby ini.
Sejujurnya, aku harus
berterima kasih kepada pengalaman hidupku sendiri, yang membuatku ingin menulis
novel ini. Aku sedang hamil 7 bulan, ketika mendapat kabar bahwa ibuku
berpulang ke Rahmatullah. Buyar sudah semua gambaran yang kubangun di kepala
sejak usia kehamilan muda. Tentang bagaimana ibu menemaniku mempersiapkan
persalinan. Bagaimana beliau nanti membantuku menguatkan diri saat mengejan di
ruang persalinan. Bagaimana repotnya malam-malam panjang saat kami berjibaku
dengan tangis bayi, popok kotor, dan ASI yang merembes di baju menyusui.
Bagaimana kami tertawa bersama mengenang masa kecilku yang ternyata tak jauh
beda, atau mungkin malah berbeda jauh dengan si jabang bayi ini kelak. Harapan
yang sudah mengembang besar bak balon, seperti ditusuk jarum, meletus tiba-tiba
dan menyisakan rasa syok luar biasa. Aku bingung. Aku takut. Aku bodoh. Tahu
apa aku tentang menjadi ibu? Siapa yang nanti mengajariku caranya menjadi ibu?
Setiap perempuan itu
ibu,
mau hamil atau tidak,
mau melahirkan normal atau sesar.
Kita semua
ibu, Sayang.
(#NovelHushLittleBaby, hal.57)
Ketika editor kesayanganku,
Jia Effendie menawarkan konsep menulis novel dengan genre domestic noir, aku
menyambutnya dengan masih membawa perasaan kuat tadi. Lalu, dengan bantuan Jia
dan buku-buku yang disodorkannya kepadaku, aku mulai membangun plot
#NovelHushLittleBaby. Jujur, ini kali pertama aku belajar membangun plot dengan
nuansa thriller domestic noir, tidak semata romance murni yang sendu mendayu.
Apa sih genre domestic noir
itu? Simak gambaran singkatnya di sini ya.
#NovelHushLittleBaby berkisah
tentang Ruby, ibu muda yang mengalami depresi pascamelahirkan. Semua orang
berkata dia beruntung karena dipersunting oleh Rajata, seorang konglomerat
media. Dari pernikahan itu, mereka dikaruniai seorang bayi perempuan bernama
Gendhis. Walau hubungan Ruby dan ibu mertuanya, Bunda Alana tidak berjalan
mulus, dia selalu mendapat dukungan penuh dari pengasuhnya sejak kecil, Bibi
Ka. Seharusnya, hidup Ruby baik-baik saja. Namun, tidak begitu menurut Ruby. Ada penggalan dalam masa lalu Ruby yang
membuatnya tertekan. Masa lalu kelam ini berkaitan erat dengan sosok ibu
kandung yang absen dalam hidupnya; ada tapi tidak hadir, di sampingnya tapi
tidak mendampingi. Karena ibulah, Ruby takut punya anak. Takut tak bisa menjadi
ibu yang baik. Ketakutan itu begitu kuat, sampai-sampai menjerumuskannya ke
dalam jurang depresi pascamelahirkan.
Lalu, tanyakan pada diri
sendiri:
Apakah kita sudah cukup mencintai ibu, sebagaimana dia mencintai kita?
(#NovelHushLittleBaby, hal.326)
Tak ada alasan spesifik
kenapa aku mengangkat topik depresi pascamelahirkan ke dalam
#NovelHushLittleBaby. Seperti yang kusebutkan di awal, awal ide novel ini
adalah kepergian ibuku. Namun, aku sangat bersyukur tak perlu mengalami fase
baby blues syndrome, bahkan hingga ke tahap depresi pascamelahirkan. Pada
perjalanan mencari banyak informasi mengenai kehamilan, persalinan, dan
parenting, topik depresi pascamelahirkan ini cukup mencolok dan menarik
perhatianku. Setelah berdiskusi dengan editor mengenai bangunan plotnya, aku
merasa mantap untuk mulai menggarapnya.
Untuk proses penulisannya sendiri, aku lupa-lupa ingat butuh waktu berapa lama. Beberapa bulan, kurasa. Namun, aku dibantu banyak orang. Selain editor, aku juga mendapat banyak masukan dari dokter yang juga pejuang depresi dan dokter spesialis kejiwaan, kemudian beberapa penyintas depresi melahirkan yang tergabung dalam support group khusus ibu-ibu dengan baby blues syndrome dan depresi pascamelahirkan. Menulis #NovelHushLittleBaby ini telah membuka mataku, bahwa menjadi ibu itu sungguhlah tidak mudah. Terlebih ketika diri sendiri menjadi musuh yang paling mematikan. Semoga banyak pembaca bisa menerima #NovelHushLittleBaby dengan baik, membaca kisahnya, dan mencernanya, sehingga setidaknya khalayak luas bisa lebih aware dengan kondisi ini. Syukur-syukur kalau bisa membantu menguatkan ibu-ibu dengan depresi pascamelahirkan, agar lebih tegar, merasa diterima, serta cukup dicintai.
Mencari jawaban atas
alasanmu mencintai seseorang
adalah perjalanan
seumur hidup.
Karena cinta itu tumbuh dan berubah bentuk.
Cinta
itu hidup, oleh karenanya menjadi dinamis.
(#NovelHushLittleBaby, hal.259)
Klik dan beli #NovelHushLittleBaby di beberapa toko buku online berikut:
Jangan biarkan masa lalu
menghancurkan kehidupanmu sekarang,
juga masa depanmu.
(#NovelHushLittleBaby,
hal.17)
Judul
: Hush Little Baby
Penulis
: Anggun Prameswari
Penyunting : Jia Effendie
Penyelaras aksara : Nunung Wiyati
Penata letak : CDDC
Desain sampul : Ajay Ahdiyat
Penerbit : Noura Books
Terbit : Maret 2018
Tebal : 340 hlm.
Penulis
Penyunting : Jia Effendie
Penyelaras aksara : Nunung Wiyati
Penata letak : CDDC
Desain sampul : Ajay Ahdiyat
Penerbit : Noura Books
Terbit
Tebal
Sinopsis:
Jangan menangis, Nak.
Ruby memiliki segalanya. Rajata, suami penuh cinta dan kaya raya. Gendhis, bayi cantik pelengkap kebahagiaan mereka. Kehidupan terasa begitu sempurna bagi Ruby, kecuali satu—masa lalunya.
Kamu boleh berbuat salah pada masa lalu, tetapi tidak pada masa depan.
Ruby hanya ingin bayinya tenang dan berhenti menangis. Namun, dia justru dianggap gila dan tak pantas merawat Gendhis. Padahal, satu-satunya yang gila adalah ibu kandungnya sendiri.
Aku butuh Ibu untuk mengajariku bagaimana caranya menjadi ibu.
Setelah Gendhis direnggut paksa darinya, tak ada lagi yang bisa Ruby percaya. Tidak juga Rajata suaminya, Bunda Alana mertunya, bahkan Bibi Ka pengasuhnya sejak kecil. Dia harus mendapatkan Gendhis kembali dan membuktikan dirinya mampu menjadi seorang ibu. Ruby terus menelusuri masa lalunya yang tak hanya kelam, tetapi juga merah berdarah. Dengan terus membisikkan satu pertanyaan.
Siapa yang dapat menentukan kadar seorang ibu lagi anaknya?
Jangan menangis, Nak.
Ruby memiliki segalanya. Rajata, suami penuh cinta dan kaya raya. Gendhis, bayi cantik pelengkap kebahagiaan mereka. Kehidupan terasa begitu sempurna bagi Ruby, kecuali satu—masa lalunya.
Kamu boleh berbuat salah pada masa lalu, tetapi tidak pada masa depan.
Ruby hanya ingin bayinya tenang dan berhenti menangis. Namun, dia justru dianggap gila dan tak pantas merawat Gendhis. Padahal, satu-satunya yang gila adalah ibu kandungnya sendiri.
Aku butuh Ibu untuk mengajariku bagaimana caranya menjadi ibu.
Setelah Gendhis direnggut paksa darinya, tak ada lagi yang bisa Ruby percaya. Tidak juga Rajata suaminya, Bunda Alana mertunya, bahkan Bibi Ka pengasuhnya sejak kecil. Dia harus mendapatkan Gendhis kembali dan membuktikan dirinya mampu menjadi seorang ibu. Ruby terus menelusuri masa lalunya yang tak hanya kelam, tetapi juga merah berdarah. Dengan terus membisikkan satu pertanyaan.
Siapa yang dapat menentukan kadar seorang ibu lagi anaknya?