Powered By Blogger
Tampilkan postingan dengan label aktivitas. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label aktivitas. Tampilkan semua postingan

Kamis, November 01, 2018

Roman Depresi itu Berjudul #HushLittleBaby


Bagaimana aku tahu caranya jadi ibu, 
tanpa ada Ibu di sini, Bu? 
Bagaimana? 
(#NovelHushLittleBaby, hal.64)


Semua orang dilahirkan dari rahim ibu, kemudian dibesarkan oleh sosok ibu hingga akhirnya dewasa. Namun, bagi sebagian orang, sosok ibu ini menjadi terasa rumit, sebab ibu tidak semata beliau yang mengandung dan melahirkan. Ada banyak dimensi kehidupan, yang menjadikan seseorang ibu atau bukan ibu. Begitulah setidaknya yang kurasakan saat tebersit ide menulis #NovelHushLittleBaby ini.

Sejujurnya, aku harus berterima kasih kepada pengalaman hidupku sendiri, yang membuatku ingin menulis novel ini. Aku sedang hamil 7 bulan, ketika mendapat kabar bahwa ibuku berpulang ke Rahmatullah. Buyar sudah semua gambaran yang kubangun di kepala sejak usia kehamilan muda. Tentang bagaimana ibu menemaniku mempersiapkan persalinan. Bagaimana beliau nanti membantuku menguatkan diri saat mengejan di ruang persalinan. Bagaimana repotnya malam-malam panjang saat kami berjibaku dengan tangis bayi, popok kotor, dan ASI yang merembes di baju menyusui. Bagaimana kami tertawa bersama mengenang masa kecilku yang ternyata tak jauh beda, atau mungkin malah berbeda jauh dengan si jabang bayi ini kelak. Harapan yang sudah mengembang besar bak balon, seperti ditusuk jarum, meletus tiba-tiba dan menyisakan rasa syok luar biasa. Aku bingung. Aku takut. Aku bodoh. Tahu apa aku tentang menjadi ibu? Siapa yang nanti mengajariku caranya menjadi ibu?

Setiap perempuan itu ibu, 
mau hamil atau tidak, 
mau melahirkan normal atau sesar. 
Kita semua ibu, Sayang. 
(#NovelHushLittleBaby, hal.57)

Ketika editor kesayanganku, Jia Effendie menawarkan konsep menulis novel dengan genre domestic noir, aku menyambutnya dengan masih membawa perasaan kuat tadi. Lalu, dengan bantuan Jia dan buku-buku yang disodorkannya kepadaku, aku mulai membangun plot #NovelHushLittleBaby. Jujur, ini kali pertama aku belajar membangun plot dengan nuansa thriller domestic noir, tidak semata romance murni yang sendu mendayu.

Apa sih genre domestic noir itu? Simak gambaran singkatnya di sini ya.

#NovelHushLittleBaby berkisah tentang Ruby, ibu muda yang mengalami depresi pascamelahirkan. Semua orang berkata dia beruntung karena dipersunting oleh Rajata, seorang konglomerat media. Dari pernikahan itu, mereka dikaruniai seorang bayi perempuan bernama Gendhis. Walau hubungan Ruby dan ibu mertuanya, Bunda Alana tidak berjalan mulus, dia selalu mendapat dukungan penuh dari pengasuhnya sejak kecil, Bibi Ka. Seharusnya, hidup Ruby baik-baik saja. Namun, tidak begitu menurut Ruby. Ada penggalan dalam masa lalu Ruby yang membuatnya tertekan. Masa lalu kelam ini berkaitan erat dengan sosok ibu kandung yang absen dalam hidupnya; ada tapi tidak hadir, di sampingnya tapi tidak mendampingi. Karena ibulah, Ruby takut punya anak. Takut tak bisa menjadi ibu yang baik. Ketakutan itu begitu kuat, sampai-sampai menjerumuskannya ke dalam jurang depresi pascamelahirkan.

Lalu, tanyakan pada diri sendiri:
Apakah kita sudah cukup mencintai ibu, sebagaimana dia mencintai kita? (#NovelHushLittleBaby, hal.326)

Tak ada alasan spesifik kenapa aku mengangkat topik depresi pascamelahirkan ke dalam #NovelHushLittleBaby. Seperti yang kusebutkan di awal, awal ide novel ini adalah kepergian ibuku. Namun, aku sangat bersyukur tak perlu mengalami fase baby blues syndrome, bahkan hingga ke tahap depresi pascamelahirkan. Pada perjalanan mencari banyak informasi mengenai kehamilan, persalinan, dan parenting, topik depresi pascamelahirkan ini cukup mencolok dan menarik perhatianku. Setelah berdiskusi dengan editor mengenai bangunan plotnya, aku merasa mantap untuk mulai menggarapnya.

Baca review beberapa orang mengenai #NovelHushLittleBaby di Goodreads atau di sini dan sini.

Untuk proses penulisannya sendiri, aku lupa-lupa ingat butuh waktu berapa lama. Beberapa bulan, kurasa. Namun, aku dibantu banyak orang. Selain editor, aku juga mendapat banyak masukan dari dokter yang juga pejuang depresi dan dokter spesialis kejiwaan, kemudian beberapa penyintas depresi melahirkan yang tergabung dalam support group khusus ibu-ibu dengan baby blues syndrome dan depresi pascamelahirkan. Menulis #NovelHushLittleBaby ini telah membuka mataku, bahwa menjadi ibu itu sungguhlah tidak mudah. Terlebih ketika diri sendiri menjadi musuh yang paling mematikan. Semoga banyak pembaca bisa menerima #NovelHushLittleBaby dengan baik, membaca kisahnya, dan mencernanya, sehingga setidaknya khalayak luas bisa lebih aware dengan kondisi ini. Syukur-syukur kalau bisa membantu menguatkan ibu-ibu dengan depresi pascamelahirkan, agar lebih tegar, merasa diterima, serta cukup dicintai.

Mencari jawaban atas alasanmu mencintai seseorang 
adalah perjalanan seumur hidup. 
Karena cinta itu tumbuh dan berubah bentuk. 
Cinta itu hidup, oleh karenanya menjadi dinamis. 
(#NovelHushLittleBaby, hal.259)


Klik dan beli #NovelHushLittleBaby di beberapa toko buku online berikut:



Juga di banyak toko buku fisik dan online lainnya. Jangan lupa beli buku yang asli yaaa...

Jangan biarkan masa lalu menghancurkan kehidupanmu sekarang, 
juga masa depanmu. 
(#NovelHushLittleBaby, hal.17)

Judul                                    : Hush Little Baby
Penulis                                 : Anggun Prameswari
Penyunting                           : Jia Effendie
Penyelaras aksara                : Nunung Wiyati
Penata letak                         : CDDC
Desain sampul                     : Ajay Ahdiyat
Penerbit                                : Noura Books
Terbit                                    : Maret 2018
Tebal                                    : 340 hlm.

Sinopsis:
Jangan menangis, Nak.
Ruby memiliki segalanya. Rajata, suami penuh cinta dan kaya raya. Gendhis, bayi cantik pelengkap kebahagiaan mereka. Kehidupan terasa begitu sempurna bagi Ruby, kecuali satu—masa lalunya.
Kamu boleh berbuat salah pada masa lalu, tetapi tidak pada masa depan.
Ruby hanya ingin bayinya tenang dan berhenti menangis. Namun, dia justru dianggap gila dan tak pantas merawat Gendhis. Padahal, satu-satunya yang gila adalah ibu kandungnya sendiri.
Aku butuh Ibu untuk mengajariku bagaimana caranya menjadi ibu.
Setelah Gendhis direnggut paksa darinya, tak ada lagi yang bisa Ruby percaya. Tidak juga Rajata suaminya, Bunda Alana mertunya, bahkan Bibi Ka pengasuhnya sejak kecil. Dia harus mendapatkan Gendhis kembali dan membuktikan dirinya mampu menjadi seorang ibu. Ruby terus menelusuri masa lalunya yang tak hanya kelam, tetapi juga merah berdarah. Dengan terus membisikkan satu pertanyaan.
Siapa yang dapat menentukan kadar seorang ibu lagi anaknya?


Kamis, Mei 10, 2018

Hidup Lebih Sehat; Hadiah Terbaik untuk Diri Sendiri

Nggak terasa, bulan depan aku genap 33 tahun. Usia nomor cantik, kata orang, hehehe. Kalau menjelang ulang tahun begini, aku sering flashback ke beberapa titik penting dalam hidup. Banyak yang membahagiakan, tetapi nggak sedikit pula yang menyedihkan. Persis rollercoaster, naik turun wuzzz wuzzz... Mirip novel yang punya jalinan plot yang bisa diduga, bisa pula tidak.

Salah satu momen terendah dalam hidupku adalah saat Ibu meninggal. Saat itu, tahun 2016, aku hamil anak pertama di trimester ketiga. Cucu pertama yang dinanti-nanti Ibu. Serangan jantung, kata dokter yang menangani beliau di detik terakhirnya. Ya, penyakit degeneratif itu sudah lama diderita Ibu, bersanding dengan hipertensi menahun. Seketika itu juga, pikiran pertama yang terlintas di kepalaku, apa aku juga mewarisi penyakit yang sama?

Foto ini sekitar dua minggu sebelum ibuku berpulang, 
tepat selepas acara tujuh bulanan.

Selidik punya selidik, ternyata penyakit degeneratif sudah menjadi momok mengerikan di keluarga kami. Dari pihak Ibu, ada hantu bernama penyakit jantung, hipertensi, stroke, dan kanker yang membayangi. Sedangkan dari pihak ayah, ada sejarah kelam diabetes yang diturunkan dari generasi ke generasi. Aku bergidik. Bukan tidak mungkin ya, di dalam diriku ada bibit-bibit penyakit itu juga?

"Mama," panggil anakku yang masih batita. Wajah polosnya tersenyum, langsung membuatku tersentak. Demi anakku, aku harus hidup lebih baik, lebih sehat. 

Aku dan si kecil; 
motivasiku hidup lebih sehat

Seketika itu juga, aku ingin menghadiahi diriku di ulang tahun ke-33 ini, sebuah gaya hidup sehat, untuk hidup lebih baik. Demi keluargaku, demi anak-anakku, demi diri sendiri.

Orang bilang, satu tujuan besar diawali dengan serangkaian langkah kecil. Buatku, di tengah kesibukan sebagai pekerja lepas dan ibu rumah tangga, yang paling mudah, ya mengawalinya melalui pola makan. Logika dasarnya ya, semua penyakit degeneratif berbasis gaya hidup, sebagian besarnya berawal dari pola makan yang salah. Jadi, kuputuskan untuk memperbaikinya, dengan langkah-langkah kecil yang mudah, sekaligus murah. Ya, namanya juga emak-emak; faktor simpel dan ekonomis selalu jadi pertimbangan utama, ya kan, bukibuk?


Sarapan terbaik untuk mengawali hari

sumber foto di sini.

Setelah googling sana sini, aku baru tahu bahwa sarapan punya andil besar untuk kesehatan kita. Dan aku baru tahu juga, salah satu sarapan terbaik adalah dengan menu buah-buahan. 
Hah? Buah? Kenapa buah?
Sederhananya, buah mengandung fruktosa, sehingga tak akan membuat gula darah melonjak tinggi di pagi hari. 
Buah yang disarankan matang pohon, berair, dan berserat. Beberapa contohnya pepaya, pear, jeruk, guava, strawberry, dan lainnya. Buah-buahan ini bisa dipotong atau dijus, lho. Misalnya buah pepaya dan pear potong, disandingkan dengan jus jeruk. Oya, sebisa mungkin tidak ditambahi apa-apa lagi, bahkan gula atau madu sekalipun. Memang sih, rasanya pasti ada yang kurang. Namun, seperti yang kita tahu, gula tidak bagus untuk kesehatan. Mengurangi, bahkan menghapusnya dari menu sarapan adalah pilihan terbaik.


Lebih banyak mengonsumsi sayuran segar atau minim proses

sumber foto di sini.

Sepertinya semua orang sudah tahu sayuran bagus untuk kesehatan ya. Sayuran segar lebih baik karena kandungan enzim, vitamin, dan mineral masih berlimpah. Sayangnya, kadang kita memasaknya dengan cara yang salah, sehingga sebagian besar nutrisinya hilang. Nah, biar lebih sehat, saya mengurangi proses pemanasan seperti deep fried atau goreng. Ditumis sebentar, dikukus tak terlalu lama, atau diblansir bisa jadi pilihan. Kalau mau lebih sehat ya dimakan ala lalapan atau salad dengan dressing bebas lemak. Tapi, jangan lupa dicuci dengan bersih di bawah air mengalir ya.


Mengurangi konsumsi gula

Sumber foto di sini.

Kenapa sih banyak yang bilang gula itu buruk? Gula adalah makanan tinggi kalori tanpa nutrisi (nutrisi kosong), sehingga bisa memicu obesitas. Selain itu, gula menyebabkan dehidrasi pada kulit. Bahkan bagi penderita kanker, gula bisa menjadi "makanan" untuk sel kanker sehingga semakin sulit diobati.
Contoh makanan tinggi gula, antara lain: roti, pasta, minuman ringan dan minuman kemasan, selai, saus, kue, dan permen. Duh, padahal aku suka banget dengan roti dan pastry, sepertinya harus dikurangi pelan-pelan, nih.


Menjaga badan terhidrasi dengan baik

Sumber foto di sini.

Tubuh manusia terdiri air sebanyak 55% hingga 78%, tergantung dari ukuran badan dan usia. Oleh karenanya, cukup minum air putih sudah jadi kewajiban. Minimal 8 gelas sehari atau sekitar 2 liter, dipercaya cukup untuk menopang keseharian kita. Ada cara gampang untuk mengukurnya, kok. Aku biasa menerapkannya seperti ini: Satu gelas setelah bangun tidur dan sebelum tidur malam, masing-masing satu gelas setelah makan normal tiga kali sehari, dan tiga gelas sembari mengudap di sela waktu di antaranya. Bisa juga pakai botol ukur, misalnya botol minum plastik ukuran 1 liter yang diisi ulang 2 kali per hari. Gampang kan?


Camilan sehat bebas was-was.

Sumber foto di sini.

Siapa sih yang nggak suka ngemil? Keripik kentang tinggi garam, cokelat, dan es krim. Gorengan pakai rawit atau es doger, ya ampun enak banget. Namun, mungkin sekarang udah waktunya berubah haluan. Sesekali saja guilty pleasure seperti itu. Lalu selebihnya diganti camilan yang lebih sehat. Pilihannya bisa ubi rebus, kacang edamame, plain yoghurt, muesli, granola, kacang-kacangan panggang atau rebus, dan lainnya. Selain mengenyangkan, sehat juga pastinya. Berani coba kan?


Selain itu, masih banyak cara lain yang sama simpelnya untuk belajar hidup lebih sehat. Misalnya, follow akun-akun media sosial yang fokus membahas gaya hidup sehat. Salah satunya SEMBUTOPIA, yang merupakan akun layanan berbagi informasi untuk menginspirasi dan mengedukasi gaya hidup sehat, agar kita semua bisa punya kualitas hidup lebih baik. Dengan jargon, Mari Sembuhkan Indonesia, Sembutopia berdedikasi membuat Indonesia jauh lebih sehat. Kita bisa follow akun-akunnya lho, sekali klik di Twitter @sembutopia dan IG @sembutopia.

Nah, sederhana kan awalan untuk hidup lebih sehat. Lima langkah ini sederhana kok, yang rumit itu niatnya. Hehehe, ini dia hadiah ulang tahunku, untuk diri sendiri; hidup lebih baik, hidup lebih sehat. Kamu mau ikutan join juga?

Rabu, Juli 15, 2015

Lebaran Damai di Hati Bersama Cermati


Oleh: Anggun Prameswari

 

Tanggal 1 Syawal begitu dinanti oleh seluruh umat muslim di dunia, tak terkecuali di Indonesia. Di sini, lebaran merupakan asimilasi nilai religi keislaman dan kebudayaan lokal. Selain kekhusyukan ibadah, Lebaran identik dengan kegembiraan dan perayaan. Gaungnya terasa bahkan sebelum datangnya Ramadan. Pekerja yang menunggu libur panjangnya. Keluarga yang menanti waktu berkumpul bersama. Silaturahmi dan saling bermaafan menjadi ritual tak terpisahkan. Lebaranpun menjadi tonggak pengingat agar kita kembali pada fitrah sebagai makhluk sosial; tak lepas dari keluarga dan sahabat.
Setiap orang tentu memiliki keinginan di hari lebaran. Baju baru, gawai terkini, mudik ke kampung halaman, berbagi dengan keluarga, atau berlibur. Aku pun begitu. Beberapa bulan sebelum Lebaran, aku telah menyusun #ResolusiLebaranku.
Tentu saja, #ResolusiLebaranku membutuhkan dana besar. Untungnya aku—seperti kebanyakan pekerja di Indonesia--menerima THR untuk merayakan hari raya. Sekilas, THR seperti rejeki nomplok. Mendapat uang di luar gaji bulanan, ditambah tren diskon dan promo Lebaran, rasanya ingin langsung saja menghabiskan uang di tangan.
Namun, belajar dari pengalaman, serta curhatan keluarga dan sahabat, THR akan menguap sia-sia jika tidak dikelola dengan baik. THR bukan uang jatuh dari langit yang bisa dihamburkan tanpa rencana. THR bersifat bantuan antisipatif, baik buruknya, tergantung bagaimana mengaturnya.
Sebagai generasi melek internet, akupun browsing mencari tip pengaturan THR. Beruntung kutemukan situs Cermati.Com! Sesuai dengan tagline-nya, Mari Jadikan Orang Indonesia Cermat Berfinansial, Cermati membantuku memperoleh wawasan lebih luas mengenai produk-produk perbankan sekaligus tip-tip mengatur keuangan. Bahkan dari salah satu artikel Cermati, aku disarankan membagi alokasi THR ke dalam beberapa pos dengan presentase tertentu.
Spesial tahun ini, #ResolusiLebaranku adalah:
1. Beramal untuk sesama,
2. Alokasi mudik, dan
3. Menambah dana darurat.
Langkah pertama, aku perlu mengetahui besaran THR yang kuterima, agar bisa membuat perencanaan. Ini bisa kuketahui dari jumlah gaji pokok atau prediksi THR tahun sebelumnya. Karena THR biasanya cair seminggu menjelang lebaran, kugunakan tabungan dana darurat untuk menalangi semua kebutuhan, yang nanti ditutup kembali dengan THR setelah cair.
Sejak kecil, orangtuaku mengajarkan untuk beramal—sedikit banyak rejeki yang kita terima. Aku ingat bagaimana orangtuaku mengajariku di setiap Rupiah yang kita punya ada 2,5% hak orang lain yang lebih membutuhkan. Selain dengan lisan, orangtuaku menunjukkannya dengan perbuatan, sehingga nilai itu begitu meresap di hati. Oleh karena itu, pos prioritas THR adalah zakat fitrah, zakat penghasilan, serta THR orang-orang yang bekerja membantu kita, misalnya asisten rumah tangga. Diperkirakan pos ini akan memakan 15% dari total THR. Untuk mempermudah pembagiannya, kuterapkan sistem amplop. Aku membuat pemetaan asumsi nominal untuk pos-pos tersebut, lalu memasukkan uangnya ke dalam amplop. Cara ini mempermudahkanku mengendalikan cash flow.
#ResolusiLebaranku berikutnya adalah mudik ke kampung halaman. Sebagai anak rantau, mudik merupakan momen dinanti untuk berkumpul bersama.
Untuk pos ini, aku mengatur maksimal 60% dari total THR. Sayangnya, harga tiket yang melambung tinggi pada arus mudik dan arus balik, membuatku kesulitan mengatur alokasi dana mudik. Kusiasati dengan memesan tiket pesawat 2-3 bulan sebelum tanggal keberangkatan. Kugunakan kartu kredit untuk membelinya secara online sebelum THR turun. Beruntung, aku bisa memperoleh tiket dengan harga di bawah perkiraan. Selain tiket lebaran, budget angpau kepada keponakan, hantaran untuk keluarga, baju baru, dan keperluan lebaran lainnya masuk pada pos ini. Apabila over-budget, ada solusi menggunakan tabungan dana darurat atau gadai barang. Dengan begini, aku tidak perlu memiliki utang tambahan setelah lebaran selesai.
Nah, sisa 25%-nya bisa dipecah menjadi dua bagian, yaitu membayar utang (15%) dan menambah dana investasi (10%). Untungnya, tahun ini aku tidak memiliki utang. Bahkan tagihan Kartu Kredit untuk membeli tiket masih jadi bagian dana mudik yang 60% tadi. Sisa dana 25% ini bisa langsung dialokasikan untuk investasi. Kali ini aku berencana untuk menambah nominal dana darurat, yang merupakan #ResolusiLebaranku yang ketiga.
Kerennya, situs Cermati memberikan informasi perbandingan produk-produk perbankan, mulai dari tabungan, deposito, kartu kredit, sampai aneka kredit. Aku jadi tahu deposito dan tabungan mana yang memberikan bunga maksimal sehingga investasiku terus berkembang. Ada juga info aneka kredit, di mana tersedia info rate bunga, persyaratan, dan simulasi lengkap dari beragam bank di Indonesia. Data di situs Cermati sangat membantuku membuat keputusan finansial. Makanya saat kumpul keluarga, aku tak segan bercerita pada keluarga dan sahabat mengenai fitur di Cermati. Sepupuku yang berencana mengambil KPR, adikku yang hendak membeli mobil, dan Budhe yang tengah bingung hendak membuka deposito di mana, semuanya jadi tahu. Mudah sekali, hanya tinggal klik situs www.cermati.com dan segala informasi tersaji di sana. Situs ini nyaman diakses secara mobile sehingga praktis. Memutuskan produk perbankan mana yang dipilih menjadi lebih mudah dan aman.
Lebaran kali ini, aku bersyukur #ResolusiLebaranku tercapai karena pengaturan yang cermat. Selain itu, aku belajar bahwa berbagi itu indah. Dengan berbagi, hati kita menjadi lebih kaya dan bahagia. Dari Cermati pula, aku sadar bahwa berbagi tak hanya dengan uang. Ilmu dan informasi menjadi tak kalah berharganya, untuk dibagi kepada sesama.

Tulisan ini merupakan bagian lomba blog #ResolusiLebaranku
bersama situs keuangan www.cermati.com