Senin, Juli 22, 2013
Tentang Rahasia pada Hujan
Sebentar lagi ada yang bertabuhan di wajah bumi.
Menggenang mengambangkan kenangan.
Seorang gadis memintas gegas
Gerimis kecil ialah tangis langit yang hendak ia hindarkan.
Karena lirisnya selalu cepat temukan celah;
menyelinap menyusup ke lubang-lubang di dada, belum sembuh benar.
Mungkin tidak akan.
Harap barangkali sudah larap, api sudah sulit menyala.
Mulut mungilnya berceracap yang entah apa artinya.
Mungkin dia perlu berdoa;
Siapa tahu dia mestinya meminta;
Hujan kali ini bukanlah air seperti biasa,
melainkan bara yang meletupkan apa yang nyaris padam
Bertelimpuh ia, nyatanya mantera dan doa sudah tak ada guna;
kepada belati di tangan kanan ia berkata-kata.
Mungkin jika darahnya lesap, napasnya kering, matanya meredup
Lukanya urung berdenyut-denyut.
Mati katanya, satu-satunya cara mendamaikan sempurnanya kecemasan.
Tuhan merunduk, iblis tersenyum.
Ia mulai meragu, kepada siapa kesetiaan akan ia berikan.
Setianya dititipkan pada semesta.
Biar pohon menceritakannya pada angin yang membisikkan pada laut yang membasahi hati-hati yang berani;
Menjatuhkan diri pada cinta.
Ditulis bergantian oleh Diki Umbara dan Anggun Prameswari
Minggu, 21 Juli 2013
Kamis, Maret 17, 2011
Mencintaimu Itu Luka
Sungguh berharap ada senyawa
Yang saat kutetes di atas duka
Bisa sekejap menghapusnya jadi tiada
Sedikit ku menapak timur laut
Ternyata setapaknya terbuat dari kain rajut
Terangkai dari rindu yang tak berhenti tersulut
Tentang aku, kamu, dan cinta yang lebih pedih dari maut
Terbentang jalur ku ke timur
Tempat sinar matahari melimpah bertabur
Tapi sebenarnya aku lebih suka awan yang terjulur
Mengantarku bermain hujan yang penuh perasaan jujur
Entah kenapa aku tak suka arah tenggara
Penuh pecah patah duri membuat luka
Hatiku sudah tak sanggup lagi, ku tahu kenapa
Duka ini tetap ada, bahkan tak berganti rupa
Aku mencoba berjalan ke selatan
Tapi angin tak henti mengingatkanku kenangan
Yang terus saja mempermainkan
Hati yang bahkan tak mau lagi merasakan
Kulihat ada yang memanggil di barat daya
Tapi aku tak punya kuasa untuk berkata iya
Aku terlena di labirin yang bercahaya
dengan bayanganmu yang lebih kuat dari semesta raya
Aku kelelahan di ujung barat
Mencintaimu sungguh berat
Tapi melupakanmu seperti menghapus karat
Dengan ujung jari yang renta tak lagi kuat
Merangkak satu-satu aku di barat daya
Aku sudah tak ingat bagaimana rupa
mencintaimu yang penuh binar bahagia
karena yang tersisa hanya rindu beserta luka
Dan Aku kembali ke utara
Setelah lelah mengembara di dunia
Dengan seluruh mata anginnya, tanpa lupa
Tapi tak ada yang berubah, semua sama
Mencintaimu itu luka.
Senin, Februari 28, 2011
Kisah Bunga Matahari
Bunga matahari jatuh cinta pada sang mentari
Tapi sang mentari memutuskan berhenti
Menyinari bunga matahari lagi
Karena tugasnya itu untuk seluruh penghuni bumi
Bukan cuma bunga matahari sendiri
Tapi bunga matahari diam-diam masih menanti
Sang mentari sudi untuk sekali lagi
Tersenyum menghangatkan hati
Yang sekarat hampir mati
Sebenarnya bunga matahari lelah bermimpi
Menanti senyum hangat yang tak kunjung kembali
Hanya saja bunga matahari tak bisa berhenti
Karena cuma ada satu mentari di dunia ini
Maka tiap titik hujan berjatuhan di bumi
Dan di balik awan, sang mentari bersembunyi
Bunga matahari mulai bernyanyi
Rangkaian lagu rindu untuk sang mentari
Agar mau kembali untuk menerangi bumi
Dan begitulah bunga matahari tetap hidup
Dengan rindu yang terus meletup-letup
Karena sang mentari pun takkan meredup
Sinarnya selalu cukup
Untuk semua makhluk bumi, yang bernafas dan yang berdegup
Termasuk bunga matahari yang telanjur basah kuyup
Oleh kenangan yang tak kunjung menguncup
Rabu, Desember 01, 2010
Mati Rasa
Saya mati rasa
Rasanya saya mati rasa
Tapi apa rasanya mati rasa
Mati saja baru rasa
Tapi rasa-rasanya saya mati
Karena mati pun saya bisa merasa
Tapi ini tidak mati dan tidak merasa
Lalu apa rasanya mati rasa?
Matilah saya
Saya terlalu mati rasa
Sampai-sampai tak terasa
Apa rasanya mati rasa
