Tak ada derak di atas langit, tapi ia sedang berkaca-kaca.
Sebentar lagi ada yang bertabuhan di wajah bumi.
Menggenang mengambangkan kenangan.
Seorang gadis memintas gegas
Gerimis kecil ialah tangis langit yang hendak ia hindarkan.
Karena lirisnya selalu cepat temukan celah;
menyelinap menyusup ke lubang-lubang di dada, belum sembuh benar.
Mungkin tidak akan.
Harap barangkali sudah larap, api sudah sulit menyala.
Mulut mungilnya berceracap yang entah apa artinya.
Mungkin dia perlu berdoa;
Siapa tahu dia mestinya meminta;
Hujan kali ini bukanlah air seperti biasa,
melainkan bara yang meletupkan apa yang nyaris padam
Bertelimpuh ia, nyatanya mantera dan doa sudah tak ada guna;
kepada belati di tangan kanan ia berkata-kata.
Mungkin jika darahnya lesap, napasnya kering, matanya meredup
Lukanya urung berdenyut-denyut.
Mati katanya, satu-satunya cara mendamaikan sempurnanya kecemasan.
Tuhan merunduk, iblis tersenyum.
Ia mulai meragu, kepada siapa kesetiaan akan ia berikan.
Setianya dititipkan pada semesta.
Biar pohon menceritakannya pada angin yang membisikkan pada laut yang membasahi hati-hati yang berani;
Menjatuhkan diri pada cinta.
Ditulis bergantian oleh Diki Umbara dan Anggun Prameswari
Minggu, 21 Juli 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar