Cerita Sahabat 2 adalah rangkaian kedua dari proyek menulis yang digawangi oleh Mbak Alberthiene Endah. Setelah KumCer Cerita Sahabat 1 terbit di tahun 2011 dan menuai kesuksesan luar biasa, di tahun 2012 dilanjutkanlah proyek #CeritaSahabat2. Kali ini tema yang diusung adalah Cinta dan Kesetiaan.
#Wordisme adalah awal perkenalan "fisik" pertama saya dengan Mbak AE, begitu beliau biasa disebut. #Wordisme adalah acara jumpa penulis di mana para penulis senior terlibat dalam berbagai sesi berbagi pengalaman. Nah, dalam acara itu saya berkenalan "fisik" dengan Mbak AE, Alex Thian, Jia Effendie, dan banyak penggiat dunia menulis yang cukup aktif di linimasa.
Singkat kata, Mbak AE menghubungi saya, lagi-lagi via twitter untuk bergabung dalam project ini. Kalo ditanya bagaimana perasaan saya waktu itu, tentu senang girang bukan kepalang dong! Dengan berbekal satu cerpen yang masih tersimpan manis dalam folder laptop - Lelaki yang Dicintai Istriku - dan satu cerpen baru yang sengaja ditulis untuk meramaikan antologi ini - Meja Rias Mama, maka awal Juli lalu terbitlah Kumpulan Cerpen #CeritaSahabat2 - Asmara Dini Hari by Alberthiene Endah and friends. Selain saya, ada banyak penulis lama dan baru yang terlibat di buku ini. Jadi nggak diragukan lagi, buku ini kaya warna, tapi napas romantisnya tetap terjaga.
Berikut kutipan cerpen Lelaki yang Dicintai Istriku di Kumpulan Cerpen ini.
Tamu istimewa. Dialah alasan kenapa aku enggan pulang. Entah sudah berapa lama aku dan dia tenggelam dalam persaingan ini. Aku tidak ingat pastinya. Mungkin kami sudah bersaing sejak aku bertemu dengan Ema, gadis yang telah menjadi semestaku seumur hidup.
Siapa pun yang mengenal Ema pasti akan jatuh cinta. Pernahkah kau merasa, saat kau seorang melihat wanita, duniamu terasa berhenti. Seakan udara berjejalan memasuki rongga hidung, seakan kau hampir mati kehabisan napas. Dia tersenyum dan sekejap kau merasa ada di surga. Bukankah memang di sana bidadari tinggal? Dan dari surga, kau langsung terjatuh, jatuh limbung tanpa peduli di mana kau akan mendarat atau sesakit apa kau nanti jadinya.
Ema seperti bunga kapas yang mengayun ringan tertiup angin, begitu rapuh dan lembut. Ia juga serupa embun yang bergulir dari daun yang tak lagi kuat menahan beratnya, lalu jatuh ke bumi. Memberikan wangi segar di tengah tanah yang basah oleh hujan semalam.
Hanya saja, masalahnya kepada siapa Ema menitipkan hatinya.
Berikut kutipan cerpen kedua yang dimuat di Kumcer ini, judulnya Meja Rias Mama
Sebuah meja rias. Meja rias kayu jati tua dan antik. Ada masing-masing tiga laci sorong di sebelah
kanan dan kiri. Cermin besarnya dibingkai kayu jati. Di sekelilingnya
bertatahkan bohlam-bohlam putih. Aroma tua dan lapuk makin terasa menyengat,
tapi lelaki tua itu tak peduli. Meja itu bersih tanpa ada benda apa pun
diletakkan di atasnya.
Setiap hari lelaki tua itu mengelapnya sendiri. Dengan kain lap lembut
dan cairan pengilap khusus mebel antik, ia menyeka setiap celah yang tersembul
atau tersembunyi. Seakan ia mencurahkan semua perasaan cinta yang ada di
hatinya pada meja rias itu. Bukankah itu mengerikan? Perasaan cinta seharusnya
dicurahkan pada seseorang, bukan benda. Entahlah, sejak kepergian istrinya,
rasanya lebih mudah merawat dan menyayangi benda-benda. Setidaknya benda-benda,
termasuk meja rias ini, tetap ada di sini menemaninya selama lebih dari dua
puluh tahun. Sedan gkan manusia, bisa datang
dan pergi. Saat pergi, mereka akan meninggalkan lubang di hati yang butuh entah
berapa tahun cahaya untuk bisa menggenapinya kembali seperti semula.
Termasuk putri tunggalnya. Takdir manusia memang
menikah dan mendirikan kerajaannya sendiri. Putrinya sudah membeli istananya
sendiri, dan siap mengarungi hidup
bersama suaminya. Tanpa dirinya. Tanpa sang ayah yang diam-diam mencintainya,
tapi tak sanggup menjabarkannya dalam kata.
Penasaran sama kelanjutan ceritanya? Yuk beli bukunya dan nikmati indahnya kisah-kisah cinta yang sebenarnya sederhana, tapi kebutuhan akan kesetiaan memperumitnya. Saya menunggu komen dan ulasannya ya? ;)
1 komentar:
Thanks review Novelnya yah :-)
Posting Komentar