Powered By Blogger

Rabu, Agustus 02, 2006

Standar yang Mengganggu

Pertanyaan ini muncul begitu saja.
Kenapa untuk pengambilan keputusan atas beberapa hal yang sifatnya mendasar dan bahkan menjadi bagian dari hak asasi seseorang, harus begitu mudah diintervensi oleh orang-orang di sekeliling si empu masalah?

Baru saja aku bicara sama cowok yang begitu gelisah. Dia punya posisi pekerjaan yang bagus tapi belum menikah. Si cowok ini merasa gengsi dengan teman-teman yang notabene adalah bawahannya dan berusia hampir sebaya. Pasalnya para teman ini suka olok-olok kenapa si cowok ini belum nikah juga, padahal materi cukup, pekerjaan sedang menggapai kemapanan, punya pacar yang dia rasa sebagai labuhan hati. Alhasil, si cowok merasa "terhina" dengan olokan ini.

Yang aku engga tega untuk tanya sama cowok ini karena egonya yang terluka oleh "hinaan" teman-temannya :
Kenapa dia harus menyetarakan standar hidupnya dengan orang di sekelilingnya?

Bukan berarti karena mayoritas teman2nya sudah berumahtangga, dia harus ikut memaksakan diri menyamakan posisi. Toh, dia sedang merintis ke arah itu. Tapi aku rasa akselerasi perwujudan rencana once in a lifetime semacam ini tidak semestinya disusupi oleh celetukan-celetukan kecil yang tidak bertanggung jawab seperti ini. Siapa tahu teman-temannya menyentil ego si cowok hanya untuk menutupi ada sejumput ketidakmampuan mereka untuk menyamakan standar "pekerjaan" dengan si cowok. Mereka tak puas dengan ke-subordinate-an itu lalu berusaha untuk mencari sisi lebih mereka dibanding si cowok itu.

Jadi, kenapa selalu sibuk membandingkan standar diri dengan orang lain?




PS : si cowok itu pasti enggak bakal baca posting ini dan aku juga engga bakal melontarkan pertanyaan yang buat dia begitu sensitif. Jadi, ini tinggallah sebuah posting yang siap dikomentari. Ayo para lelaki,... mana suaramu?