Powered By Blogger

Senin, Februari 28, 2011

Kisah Bunga Matahari

Bunga matahari jatuh cinta pada sang mentari

Tapi sang mentari memutuskan berhenti

Menyinari bunga matahari lagi

Karena tugasnya itu untuk seluruh penghuni bumi

Bukan cuma bunga matahari sendiri

Tapi bunga matahari diam-diam masih menanti

Sang mentari sudi untuk sekali lagi

Tersenyum menghangatkan hati

Yang sekarat hampir mati

Sebenarnya bunga matahari lelah bermimpi

Menanti senyum hangat yang tak kunjung kembali

Hanya saja bunga matahari tak bisa berhenti

Karena cuma ada satu mentari di dunia ini

Maka tiap titik hujan berjatuhan di bumi

Dan di balik awan, sang mentari bersembunyi

Bunga matahari mulai bernyanyi

Rangkaian lagu rindu untuk sang mentari

Agar mau kembali untuk menerangi bumi



Dan begitulah bunga matahari tetap hidup

Dengan rindu yang terus meletup-letup

Karena sang mentari pun takkan meredup

Sinarnya selalu cukup

Untuk semua makhluk bumi, yang bernafas dan yang berdegup

Termasuk bunga matahari yang telanjur basah kuyup

Oleh kenangan yang tak kunjung menguncup

Kamis, Februari 17, 2011

cuplikan cerpen baru "Barbie"

Yang satu belum selesai, yang lain mendesak-desak ingin keluar. Akhirnya cuma bisa nulis prolognya aja. Diendapkan dulu, lagipula ini juga belum tahu mau dibawa ke mana...

cuplikan cerpen "Barbie" :

Dia selalu memanggilku Barbie. Katanya aku secantik boneka barbie dengan tubuh tinggi semampai dan rambut yang sengaja kuwarnai kemerahan. Panggilan itu tercetus saat dia menanyakan padaku, kado apa yang cocok diberikan untuk ulang tahun puterinya yang keenam. Aku mengusulkan belikan saja boneka barbie dan sejak itu dia memanggilku Barbie. Akhirnya dia membelikan putri bungsu kesayangannya sebuah boneka Barbie lengkap dengan rumah-rumahan dengan beberapa set pakaian yang cantik. Semua dipilihnya sendiri satu demi satu dengan penuh perhatian.

Aku bilang aku iri karena dia begitu menyayangi putrinya. Aku juga bilang betapa beruntungnya gadis kecil itu bisa memiliki ayah seperti dirinya. Andai saja aku ada di posisi si gadis kecil itu.

Dan dia seperti tahu apa yang ada di pikiranku.

Dia hanya menjawab.

Keluarga itu seperti sebuah rumah yang indah. Rumah cantik dengan beranda yang hangat dan ruang keluarga yang ditata sangat rapi. Kau tidak bisa begitu saja datang dan mengaku sebagai pemiliknya. Kalau kau ingin memiliki rumah cantik itu, kau harus membangunnya sendiri. Menyusun bata satu demi satu, mengecatnya satu pulas demi satu pulas, menata sendiri perabotanmu. Barulah kau bisa puas dan bahagia.

Aku paham maksud jawabannya.

Pahit memang, tapi aku tetap mencintainya.

-----------------------------------------------------------------------------------

cerpen baru "Fitri Benci Idul Fitri"

Dan hari ini ada ide lagi muncul di kepala. Inspirasinya dari kejadian yang menggegerkan keluarga besar ayahku beberapa bulan lalu, tapi tentu cerpen ini sudah dipoles sefiksi mungkin sehingga tak menyerupai aslinya.

Berikut ini paragraf pembuka di cerpen "Fitri Benci Idul Fitri":

Fitri benci Idul Fitri. Sudah sejak lama dia membencinya. Padahal semua orang muslim menanti hari raya Idul Fitri karena mereka semua mempercayai itulah hari kemenangan melawan hawa nafsu setelah sebulan penuh berpuasa. Bukan itu masalahnya. Bukan masalah akidahnya yang membuat Fitri sangat membenci hari raya lebaran. Tapi tradisinya. Ya, tradisinya yang serba baru itulah yang membuat Fitri membenci Idul Fitri.

Semoga hari ini bisa selesai.
*siapkan kacamata kuda, sumpal telinga, jajanan ringan, dan kopi hangat*

Senin, Februari 14, 2011

I hate goodbyes.
And no matter how old I am and how mature I can deal with it, I just hate it.
And no matter how many goodbyes I have faced, which I supposed to get used to it, I still hate it.
As simple as that.

Rabu, Februari 09, 2011

Kotak Kaca

Kotak kaca

Indah. Rapuh. Di sana aku pernah, tapi hatiku meriuh.

Lelah aku di kotak kaca.

Aku mau telanjang saja, kaki, mata, dan rasa.

Lalu berlari di bawah semesta.

Selasa, Februari 08, 2011

"Merindu Hujan" in progress

I am writing my short story, my very first short story after hibernating that long, it's called "Merindu Hujan" - Longing for Rain,...
Here's one of the citation :

Hujan jadi pertanda. Ada rindu yang terlalu kuat di antara mereka. Membumbung tinggi lalu terkondensasi. Tak kuat lagi menahan serta terdesak perih, lalu semburat di angkasa. Dan tiada yang tahu ada konsentrat pekat aroma rindu di tiap tetes hujannya.

gambar diambil dari sini.

Semoga bisa cepat rampung.