Sudah ada satu minggu berjalan di semester baru. Semester ini mungkin akan lebih mencekik dari semester sebelumnya yang bikin senewen karena ada satu nilai yang belum keluar. Tapi aku yakin IP semester ini turun dari yang kemaren. Memang ada rasa sesak, tapi waktu itu pernah baca artikelnya Mas Ringgo Agus Rahman. Lupa sih detilnya, tapi kesan yang aku tampak bahwa being smart could be sad… Dosen-dosen pasti pada protes dengan kesimpulan ini. Mas Ringgo bilang ada bagusnya dia tidak terlalu smart jadi dia bisa merasa lebih bahagia karena IP-nya naik dari 2,1 jadi 2,2 tapi temannya ada yang stress berat karena IP-nya terjun
Semester ini banyak mata kuliah berbasis paper. Mungkin jurusan mau menggembleng supaya semuanya sukses di skripsi (Amin!!!). Tapi ada beberapa temen yang merasa tiba-tiba di pundak mereka digelayuti berton-ton beban. Satu paper aja bikinnya setengah hidup, kata salah satu dari mereka. Iya sih. Karena memang lebih asik memelototi layer komputer yang dijejali adegan-adegan dari dvd bajakan yang di dekat kos-ku harganya @6Ribu/keeping (Mahal ya?) daripada deretan huruf yang berbaris lebih rapi dari sekumpulan anak SD yang setiap senin selalu ikut upacara bendera.
Tapi yang bikin aku bahagia adalah aku dikelilingi oleh teman-teman yang “se-aliran”… Hehehe memang tidak bisa dipungkiri di dalam satu kelas bisa didiami oleh anak-anak yang membentuk cluster-cluster yang internalnya dihubungkan oleh benang merah yang diberi nama “kenyamanan”… Nyaman berbicara, nyaman berbagi cerita, nyaman bercanda, nyaman mencontek, nyaman mencela, nyaman meminjam uang, dan nyaman-nyaman lainya,…
Bicara tentang kenyamanan yang menurutku adalah kemewahan itu, aku jadi ingat seseorang. Kakang Prabu-ku ditawari mutasi kerja di cabang baru perusahaannya di Cikarang. Dia langsung desperate mendengar kata Cikarang itu yang sama dengan jauh dari mana-mana, jauh dari
Super malas rasanya. Selesai aku mengetik semua entry ini,… ada tiga tugas menanti dari mata kuliah Research Methodology, Public Relations, dan Scientific Writing. Kalau boleh dibuat analogi nih, hubunganku dengan perkuliahan ini seperti hubungan sepasang suami istri yang dilanda kejenuhan karena telah terlalu lama menikah. Butuh yang namanya bulan madu yang kedua. Dan aku baru mempertanyakan kenapa bangku-bangku kayu di kelas-kelas berhembus pendingin ruangan menjadi begitu akrab dengan kulitku, apa karena begitu lekatnya aku mengencani mereka?
(kalau sok puitis gini, pasti diketawain sama Burung deh,…)
2 komentar:
iyalah pasti, mayan menghibur kok tapi hihihi
BUruuuuuuuuuuuuuuuuuung,...
apa sekarang dipanggil CooodoooT??
BTW salam bwt mbak2 yg bengong setelah lo dg polos berkata "... penyembah pohon..."
Posting Komentar