Membaca 29 cerpen yang mengikuti #KuisUltahAnggun, aku jadi teringat masa-masa awal aku menulis cerpen. Sebagian besar cerpen yang masuk di sini ditulis oleh mereka yang sedang semangat-semangatnya belajar menulis cerpen dari dasar. Ada proses trial and error, mencoba menghadirkan ide cerita yang diramu dengan imajinasi dan teknik.
Namun, ada beberapa yang ingin aku sampaikan di sini, sebagai sedikit catatan tentang pengalamanku membaca cerpen-cerpen yang masuk di #KuisUltahAnggun.
1. Tema. Kebanyakan tema percintaan antara sepasang kekasih. Tentu saja, mengingat temanya roman depresi, maka wajarlah jika ini yang akhirnya sering muncul. Namun, aku mengacungkan jempol kepada mereka yang meluangkan waktu untuk menggali dan mengintepretasikan roman depresi dengan sudut pandang yang tak biasa. Ini bisa menjadi nilai plus, yaitu faktor kebaruan.
2. EYD dan tanda baca. Duh, sungguh kalau boleh mengutip kalimat yang diucapkan Bli Fajar Arcana yang juga editor Kompas Minggu, penulis yang baik itu mencintai bahasa, dan salah satu penandanya adalah bagaimana ia memperlakukan kata-kata dalam tulisannya. Ejaan yang benar, yang rapi, dan yang pada tempatnya, sangatlah penting karena akan membuat naskah menjadi ramah dibaca. Jika sejak awal memang sudah tidak ramah dibaca, tentu pembaca takkan segan untuk langsung membuangnya. Tanda baca pun begitu. Layout juga berpengaruh. Saat naskah sudah ramah dibaca dari segi tampilan fisiknya, maka penulis sudah setengah jalan untuk menuntaskan ceritanya.
3. LOGIKA CERITA. Ketika menulis, logika cerita luar biasa penting. Kenapa di dalam cerita ada adegan X, tentu ada sebabnya, ada asal usulnya. Tidak tahu-tahu simsalabim, ujug-ujug begitu saja. Pastikan cerita yang kamu tulis masuk akal, mengikuti alur logika. Bahkan dalam cerita-cerita fantasi sekalipun yang tidak real, tetap saja ada unsur logika yang menjadi benang merah penghubung antar adegan. Kalau penulis mengabaikan faktor ini, pembaca bisa-bisa mengernyitkan dahi dan memilih untuk tidak membaca cerita itu.
4. DINAMIKA CERITA. Plot dan karakter adalah dua faktor terpenting dalam bercerita. Keduanya saling menunjang karena keduanya saling menjalin menggerakkan cerita. Mulai dari konflik - komplikasi (perumitan masalah) - klimaks (puncak cerita) - resolusi (penutup). Ada beberapa yang menceritakannya begitu datar, seakan-akan tak ada cerita di dalamnya. Sayang sekali, padahal premisnya menarik. Andai dieksekusi dengan lebih baik lagi.
5. SHOW, NOT TELL. Jangan menyuapi pembaca. Dengan teknik tell, penulis cenderung mendikte pembaca, menyuapi mereka dengan segala informasi, sehingga tidak ada ruang bagi pembaca untuk berimajinasi. Padahal inilah dasar pembeda utama antara fiksi dan fakta. Imajinasi. Nah dengan teknik show, pembaca akan bisa berimajinasi dengan leluasa. Tidak monoton. Tidak seperti membaca sinopsis atau rangkuman cerita sekadarnya.
Nah, itu sedikit dariku. Memang tidak detail, karena aku ingin para penulis yang ikut #KuisUltahAnggun untuk menganalisa ceritanya sendiri. Pada elemen-elemen manakah ceritanya perlu diperbaiki dan dikembangkan. Aku percaya, setiap orang bisa jadi penulis jika ia terus belajar, tanpa pernah mengenal lelah.
Terus menulis ya!
Salam,
Anggun
Tidak ada komentar:
Posting Komentar