Gw suka bertanya-tanya,...
Betapa belakangan banyak perempuan yang berteriak-teriak mereka sedang menjadi korban kekerasan, dalam segala bentuknya, oleh laki-laki.
Gw bukan feminis,... apalagi berniat membantu membela kepentingan laki-laki. Gw hanya mempertanyakan apa yg tertangkap sama kacamata minus gw,...
Alkisah, ada seorang cewek, sudah beberapa bulan putus dari pacarnya,... alasannya tidak terlalu jelas. Tapi sampai sekarang mereka masih berlaku seperti layaknya orang pacaran, termasuk dalam bentuk sentuhan fisik yg biasa para pelaku pacaran lakukan. Cewek itu masih suka ngerjain tugas-tugas kuliah mantannya. Cewek itu menghabiskan banyak pulsa untuk nelponin mantannya hanya untuk mendengarkan info kalo mantannya itu sedang ga ada atau kalimat penolakan "Ngapain sih lo nelpon2 gw lagi??" Bahkan dia merelakan temennya yang lain meneleponkan si mantan agar dia bisa denger suara mantannya itu. Dia rela mengejar ke mana mantannya itu pergi. Rela jadi tempat sampah dan wadah pelampiasan “kebutuhan” si mantan – sorry for mentioning this – sampai detik gw nulis ini. Lalu begitu si mantan selesai dengan apa yg dia perlukan, dia meninggalkan si cewek itu begitu saja. Ini siklus yang terus berulang sampai sekarang.
Ketika temen-temen si cewek menasihati dan berusaha menyadarkan, si cewek berontak dan marah-marah, “gw itu ga suka diatur-atur!” … Lho apa yang salah dengan ngatur2 itu,… memang si cewek itu kok yang buta. Lihat realita. Seberharga apakah si mantannya itu sampai digandolin seperti itu? Mestinya dia bisa melihat siapa yang sebenernya sayang sama dia. Teman-temannya itu jauh lebih sayang daripada mantannya itu.
Lalu ada si pemudi yang juga udah putus dari cowoknya. Tapi beberapa hari yang lalu dia bertandang ke rumah si pemuda – yang seorang Play station addict. Si pemudi “dikacangin” di ruang tamu, sendirian, cm ngulak-ngalik hape. Si pemudanya malah asyik maen balapan di playstation sama temen sekelasnya yg kebetulan bertandang juga. Si pemudi dicuekin di ruang tamu dari siang sampe malem sama si pemuda. Si pemuda baru mau ngomong ketika nyokap si pemuda nyuruh si pemuda nganterin pemudi pulang karena sudah malam. Itu juga dengan seperdelapan hati, bukan setengah hati lagi.
Gw gat au apa yg melatarbelakangi tindakan si cewek sama si pemudi itu sampai mereka beraksi menghiba cinta kepada yg sudah jelas-jelas merobek apa yang mereka agungkan selama ini. Yang satu rela dijadikan kacung – maaf kalo kasar, tapi semua orang yang mengenal si cewek pasti berpikiran seperti itu – dan yang satu rela membuang waktu demi sesuatu yang sia-sia.
Diputusin memang sakit. Apapun bentuk dan alasannya. Mau diputusin langsung atau lewat telepon atau email atau bahkan sms, tetep aja rasanya sama sakitnya. Tidak ada legitimasi diputusin secara langsung itu akan mengurangi sakitnya. Gw pernah diputusin either in direct or by phone. Sama sakitnya.
Gw engga mau men-judge siapa-siapa. Gw bukan ahli tentang hubungan. Gw cm mau beberapa orang sadar. Di luar sana banyak wanita yang sedih karena mengalami KDRT dari segi fisik, emosional, seksual, dan ekonomi. Tapi kenapa, sesame wanita juga, ada yang suka menempatkan dirinya sebagai korban. Menikmati perannya disiksa dan digelontori perasaan tak berarti. Padahal perempuan itu makhluk kuat, lebih kuat dari laki-laki. Dianugerahi kemampuan mengandung, melahirkan, membesarkan calon-calon manusia, mestinya bisa dengan mudah survive, bahkan melawan, ketika sedang disakiti.
Obat memang terasa pahit di lidah, tapi bisa memberikan kesembuhan bagi si sakit. Coba lihat permen yang memberikan rasa manis tapi ujungnya sanggup membuat gigi rusak pelan-pelan,…
Bangkit saudaraku,… bangkit!
3 komentar:
oooooh *blush* (ga boleh comment soalnya ini edisi cewek!)
:)) comment ga kenal gender, bur,...
BANGKIT!!!!
emang sakit rasanya kalo diputusin..emang ga ada cara laen gitu, apa gitu...tunjukkin kalo dia rugi mutusin kita. i've done that and i'm happy now
Posting Komentar